Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya sering
disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Sindoro, Gunung
Sumbing, Gunung Merapi–Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu.
Daerah ini juga dialiri oleh Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan
Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.
Di Bumi Mataram diperintah oleh dua wangsa atau dinasti, yaitu Dinasti
Sanjaya yang beragama Hindu (di bagian utara), dan Dinasti Syailendra yang
beragama Buddha (di bagian selatan). Dalam hal pembuatan candi, kedua dinasti
dapat bekerja sama, tetapi di bidang politik terjadi perebutan kekuasaan.
Kehidupan Politik
Pada mulanya yang berkuasa di Mataram adalah Dinasti Sanjaya. Bukti
adanya kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dapat diketahui dari Prasasti
Canggal yang ditemukan di kaki Gunung Wukir, Magelang. Prasasti
CAnggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun berbentuk
candrasengkala berbunyi srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka=732 M
berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal adalah
pendirian sebuah lingga di Bukit Stirangga buat keselamatan rakyatnya.
Petunjuk lain tentang Sanjaya adalah Prasasti Mantyasih atau Prasasti
Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung. Prasasti itu menyebutkan bahwa
Sanjaya adalah raja pertama ( wangsakarta) dengan ibu kota kerajaannya di
Mdang ri Poh Pitu. Dalam prasasti itu juga disebutkan raja-raja yang pernah
memerintah, seperti berikut:
- Sanjaya
- Panangkaran
- Panunggalan
- Warak
- Garung
- Pikatan
- Kayuwangi
- Watuhumalan
- Balitung
Prasasti Dinoyo di Jawa Timur tahun 706 menyebutkan adanya Raja Gajayana yang mendirikan tempat pemujaan Dewa Agastya (perwujudan Siwa sebagai Mahaguru ) diwujudkan pula dalam bentuk lingga. Di sampimg itu, juga didirikan Candi Badut dengan berlanggam candi Jawa Tengah.
Prasasti Kalasan tahun 778 M menyebutkan bahwa keluarga Syailendra berhasil membujuk Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci buat Dewi Tara (istri Buddha) dan sebuah biara untuk para pendeta. Panangkaran juga menghadiahkan Desa Kalasan kepada sanggha.
Pada Prasasti Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama
keluarga raja-raja keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan S-ailendra sama-sama berperan di Jawa Tengah. Dinasti Sanjaya di bagian utara dengan mendirikan candi Hindu, seperti Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi Dieng. Adapun Dinasti
Syailendra dibagian selatan dengan mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur,
Mendut, dan Kalasan.
Dalam Prasasti Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan Arca Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha yang dapat disamakan dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali bangunan sucinya ialah Candi Lumbung yang terletak di sebelah utara Prambanan. Raja yang memerintah pada waktu itu ialah Indra.
Pengganti Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824.
Di bawah pemerintahan putri Smaratungga, yakni Pramodhawardani Dinasti Syailendra dan Sanjaya menjadi satu karena perkawinnya dengan Rakai Pikatan yang kemudian membangun candi-candi Buddha dan Hindu. Misalnya, Candi Plaosan yang merupakan candi Buddha banyak disebut nama Sri Kahulunan Sri Pikatan dapat diartikan nama Sri Kahulunan adalah
gelar Pramodhawardani. Rakai Pikatan mendirikan candi Hind yakni Candi Prambanan (Loro Jonggrang) yang sangat megah. Dengan dibangunnya candi Hindu dan Buddha yang berdekatan menggambarkan adanya kerukunan beragama di Bumi Mataram.
Pada tahun 856 terjadi perubahan besar di Jawa Tengah, Balaputra Dewa(adik Pramodhawardani) yang pusat -di pegunungan selatan yang terkenal dengan Istana Ratu Boko berusaha untuk merebut kekuasaan. Namun, ia malah tersingkir dari Jawa Tengah dan
akhirnya melarikan diri ke Sumatra (menjadi raja di Sriwijaya). Jawa Tengah kemudian sepenuhnya diperintah oleh Dinasti Sanjaya. Raja terakhirnya Raja Wawa dan digantikan Empu Sendok yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur.
Kehidupan Sosial-Ekonomi
Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat. Pada masa Raja Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewat Sungai
Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903) disebutkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.
Kehidupan Keagamaan dan Kebudayaan
Bumi Mataram diperintah oleh Dinasti Sanjaya dan Dinasti Sailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara. Hasil budayanya berupa candi-candi, seperti Gedong Sanga dan Kompleks Candi Dieng. Sebaliknya, Dinasti Sailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan. Hasil budayanya , seperti Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon.
Semula terjadi perebutan kekuasan, namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Sailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta
kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan.
bagus artikelnya....
ReplyDelete
sangat bermanfaat
trimakasih.